Asal Usul Industri Percetakan Di Indonesia

Teman sweatbandit, tahukah anda sejarah atau napak tilas Percetakan di Indonesia? kali ini sweatbandit akan menulis perihal sejarah lengkapnya. Simak artikel berikut ini.

Sebelum mengupas perihal percetakan di indonesia, ada pantasnya anda mempelajari terutamanya dulu secara singkat sejarah percetakan di dinia sebab Percetakan mempunyai catatan sejarahnya sendiri. Sejarah mencatat isu tanggal dari gambar dinding gua yang berumur lebih dari 30.000 tahun. Pada 2500 B.C., orang Mesir mengukir hieroglyphics pada batu. Tapi, percetakan yang kita kenal kini tak ditemukan sampai lebih dari sekitar 500 tahun yang lalu.

Berikut Sejarah Singat Percetakan Di Dunia :

Sejarah Percetakan di Asia

Orang China membikin banyak penemuan kreatif. Mereka menemukan kertas di abad pertama dan moveable type yang terbuat dari tanah liat sekitar abad ke-11. Orang Korea pertama kali membikin moveable type dari perunggu pada pertengahan abad ke-13. Akan namun, tak dikenal adanya relasi antara penemuan kreatif permulaan orang Asia dan penemuan kreatif percetakan di Eropa pada abad ke-15.

Sejarah Percetakan di Eropa

Sejarah Percetakan di Eropa

Di Eropa, sebelum percetakan ditemukan, segala isu yang tercatat ditulis dengan tangan. Buku-buku dengan hati-hati disalin oleh spesialis tulis (scribes) yang sering kali menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk memecahkan satu jilid buku. Cara ini semacam itu lambat dan mahal dan cuma sedikit orang yang memilik kans atau kecakapan untuk membaca karya yang sudah selesai.

Inovasi Johann Gutenberg pada tahun 1440-an, ialah moveable type dan mesin percetakan memainkan peran signifikan dalam upaya membawa Eropa keluar dari “masa kegelapan”. Percetakan membikin buku dan bahan bacaan lainnya tersedia bagi masyarakat biasa. Orang-orang malah belajar membaca. Saat mereka mulai terdidik, mereka mulai bertukar pikiran dan isu yang mengarah pada penemuan kreatif-penemuan kreatif baru. Eropa menjelang jangka waktu perkembangan dan eksplorasi yang diketahui dengan Renaissance.

Cuma ada sedikit perkembangan dalam bidang percetakan antara tahun 1440 sampai mulainya Revolusi Industri sekitar tahun 1800-an. Pada tahun 1800-an, bidang sistem percetakan dan kemesinannya mengalami kemajuan kencang. Industrilisasi membikin mungkin ditemukannya mesin cetak bertenaga uap, mesin rotari, mesin pembuat kertas, dan mesin typeset otomatis. Mesin mengurangi tarif produksi bahan cetak dan membikin mereka lebih gampang relatif murah. Pada masa ini, fotografi, photoengraving, dan coal-tar dyces untuk membikin tinta berwarna juga ditemukan.

Perkembangan Percetakan

Perkembangan Percetakan

Pada akhir tahun 1900-an, kemajuan teknologi dan barang elektronik terus merubah industri percetakan. Letterpress menjadi kurang penting. Dia diterapkan cuma untuk sebagian surat info yang besar dan sebagian label dan percetakan bahan pengepak, formulir bisnis, dan percetakan tugas.

Flexography alhasil menggantikan letterpress dalam percetakan surat info. Cara ini akan terus bertumbuh dalam paket komersial dan pemublikasian buku. Reprography menjadi lebih tersedia dan pemakaian luas prosesor kata dan penyaring gambar (scanner) elektronik mengurangi tarif produksi percetakan.

Akhir-akhir ini berkembang sistem gravure, mengaplikasikan elektromekanik dan laser pemahat dari silinder berlapis plastik. Pengetsaan elektronbeam dan plat fotosensitif juga menurunkan tarif pembuatan silinder. Metode elektronik baru membuatnya mungkin untuk membikin silinder percetakan segera dari salinan absah tanpa film atau operasi manual. Perkembangan ke depan dari tinta berbasis air akan lebih jauh memotong tarif dan menghilangkan situasi sulit polusi. Ini akan menjamin gravure mempunyai komponen yang lebih banyak lagi dalam pasar percetakan.

Perkembangan kemajuan teknologi akan terus kian kencang. Kini dunia berada dalam pertengahan ledakan isu, industri percetakan akan terus maju dan terus merekam dan mendistribusikan isu kedalam abad yang baru. Perkembangan percetakan malah kian meluas di segala dunia, begitupula dengan negara Indonesia tidak luput dari kemajuan percetakan.

Percetakan di Indonesia

Percetakan di Indonesia

Hadirnya percetakan di Indonesia berawal dari kedatangan Belanda (tiba tahun 1596) yang erat hubungannya dengan VOC. Pada Tahun 1624, misionaris Gereja Protestan Belanda memerkenalkan percetakan di Hindia Belanda dengan membeli sebuah mesin cetak dari Belanda untuk menerbitkan literatur Kristen dalam bahasa tempat, sehubungan dengan kebutuhan penginjilan. Melainkan mesin cetak itu menganggur, sebab tidak ada energi operator untuk melakukannya. Baru pada tahun 1659 (35 tahun kemudian), Kornelis Pijl mempelopori percetakan dengan memroduksi sebuah Tijtboek, yaitu sejenis almanak, atau “buku waktu”. Kunjungi blog kami yang lainnya di home

Perjalanan Percetakan di Indonesia

Perkembangan percetakan di Indonesia erat sekali dengan sejarah perjalanan surat info. Berikut sebagian catatan waktu perjalanan percetakan di Indonesia.

  • 1667: Pemerintah sentra berinisiatif mendirikan percetakan dan mengorder alat cetak yang lebih bagus, termasuk matriks yang menyediakan bermacam macam huruf.
  • 1677: Dokumen dengan kosa kata Belanda-Melayu pertama kali dicetak.
  • 1693: Dokumen New Testament dicetak dalam bahasa Portugis.
  • 1699: Pendeta Andreas Lambertus Loderus mengambiil alih Boeckdrucker der Edele Compagnie untuk di dayagunakan secara optimal. Banyak karya penting dalam bahasa Belanda, Melayu dan Latin lahir dari percetakannya, termasuk sebuah kamus Latin-Belanda-Melayu yang dibentuk oleh Loderus sendiri.
  • 1718: Pemerintah sentra mendirikan percetakan sendiri di Kasteel Batavia (kasteel = benteng, Batavia ketika itu merupakan kota yang dikelilingi benteng) untuk kepentingan mencetak dokumen-dokumen legal.
  • 1744: Surat info tercetak pertama bernama Batavia Nouvelles lahir dari Percetakan Benteng yang dikelola oleh Jan Erdman Jordens, tepatnya pada 8 Agustus 1744. Cuma terdiri dari selembar kertas berukuran folio, yang kedua halamannya masing-masing berisi 2 kolom. Isinya memuat maklumat pemerintah, iklan dan pengumuman lelang. Pembaca dapat mendapatkannya tiap-tiap Senin dari Jan Abel, perusahaan penjilidan milik Kompeni di Benteng. Sebuah sumber menceritakan, koran pada ketika itu ditulis tangan.
  • 1761: Mulai dilegalkan tata tertib percetakan pertama yaitu “Reglement voor de Drukkerijen te Batavia” (Juni 1761) di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal A. van der Parra.
  • 1776: Surat info Vendu Niews (VN) diterbitkan oleh L. Dominicus. Ini merupakan surat info pertama yang bersentuhan dengan orang Indonesia, tiga dasawarsa sesudah Bataviase Nouvelles mati. VN yakni media iklan mingguan, terutamanya mengenai informasi lelang, juga maklumat penjualan sejumlah perkebunan besar dan sebagian iklan perdagangan. Diketahui oleh masyarakat sebagai “soerat lelang”.
  • 1785: Percetakan Kota dilarang keras mencetak apa saja tanpa izin sensor. Penyensoran mulai dilakukan di Hindia Belanda pada 1668.
  • 1810: 15 Januari 1810 terbit edisi pertama mingguan legal pemerintah, Bataviasche Koloniale Courant yang diasuh oleh Profesor (Kehormatan) Ross, pendeta kelompok sosial Belanda di Batavia semenjak 1788. Isinya memuat juga iklan, mulai dari tali sepatu sampai budak belian. Penerbitan stop 2 Agustus 1811, persis seminggu sebelum Batavia jatuh ke tangan Inggris.

Perjalanan Percetakan di Indonesia

  • 1855:Surat info pertama berbahasa Jawa terbit di Surakarta sekali seminggu, namanya Bromartani. Diterbitkan oleh perusahaan kongsi Belanda, Harteveldt & Co.
  • 1910: Di Jakarta terbit surat info nasional yang pertama, Medan Prijaji.
  • 1921-1922:Pabrik kertas pertama, N. V. Papier Fabriek Padalarang, dibangun di Padalarang dengan kapasitas produksi 9 ton per hari.
  • 1939-1940:Pabrik kertas kedua dibangun di Jawa Timur, dekat tempat Letjes, Probolinggo, oleh pemilik pabrik yang sama dengan yang di Padalarang.
  • 1949: Di Jakarta cuma terdapat 2 mesin printing yang dimiliki oleh warga pribumi. Percetakan milik warga asing cuma berproduksi untuk kepentingannya saja.
  • 1950:Jumlah perusahaan percetakan nasional (milik pribumi) di Jakarta meningkat menjadi 23 buah. 24 lainnya dimiliki warga asing (Belanda), sementara 86 lagi dimiliki warga Tionghoa.
  • 1951:Dari data legal, terdapat 150 perusahaan percetakan di Jawa Timur (75 di Surabaya, 18di Malang, dan sisanya tersebar di tempat dan sekitarnya).
  • 1953-1954:Percetakan Negara melaksanakan proyek modernisasi percetakan yang ambisius dengan membeli sebuah mesin website-offset 4 warna.
  • 1970-an:Industri percetakan di segala dunia berganti ke teknologi offset. Dua perusahaan percetakan Cina terbesar, Sin Po dan Keng Po membeli mesin cetak rotasi untuk koran yang konsisten diterapkan sampai 1970-an. Surat info Cahaya Kemauan (semenjak 1961) dan Arah (semenjak 1965) pernah mengaplikasikan fasilitas mesin printer ini sampai mereka mempunyai mesin cetak sendiri di tahun 1970-an.
  • 1976:Sebanyak 385 mesin cetak offset diimpor ke Indonesia.
  • 1992:Teknologi computer to film (CTF) masuk ke Indonesia. Mulanya cuma percetakan-percetakan besar saja yang memilikinya. 1995, percetakan-percetakan menengah dan kecil mulai mengadopsi. Sampai tahun 1997, pemakaian CTF dapat dibilang telah merata.
  • 2000:Masuknya teknologi computer to plate (CTP) mulai menggeser CTF dan ikut serta berdampakpada menurunnya bisnis repro. Hingga kini kurang lebih terdapat 70 mesin CTP di Indonesia. Dahulu merek-merek yang tenar untuk mesin ini merupakan Heidelberg dan AGFA. Kini telah mulai banyak pemain baru, seperti Screen, Scitex dan Basys Print.

Perkembangan Percetakan di Indonesia

Perkembangan Percetakan di Indonesia

Perkembangan terakhir di Indonesia: Dikala ini percetakan besar di Indonesia telah mulai mengadopsi teknologi computer to press berupa direct imaging (mengaplikasikan master) dan computer to print (tanpa master) yang banyak mengaplikasikan teknologi mesin komputerisasi printing. Salah satu mesin cetak yang tenar di kelas ini merupakan HP Indigo. Pun percetakan-percetakan sekarang telah melengkapi peralatannya tak cuma untuk urusan pre-press, melainkan juga post press (pengerjaan finishing seperti cutting, binding, folding, stiching, embossing, dan lain-lain), sehingga percetakan menjadi bisnis one-berhenti service yang makin berkembang.